Jumat, 27 Juni 2014


MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
“TUNTUNAN ISLAM DALAM MENGELOLA KONFLIK”
Dosen Pengampu: Bp.Samino
Di Susun Oleh:
1.      Noor Fitria                 (A510100233)
2.      Muhammad Fasep P. (A510100110)
3.      Citra Armelia            (A510120192)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran adalah pedoman hidup muslim yang tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungannya, terlebih khusus antara sesama manusia itu sendiri baik antar individu ataupun kelompok sosial. Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana  didalamnya  terjadi interaksi antara  satu dengan  lainnya, memiliki kecenderungan  timbulnya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,  tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.
Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.Dalam hal ini usaha untuk merekonsiliasi dan memperbaiki hubungan antara pihak-pihak terkait sangat diperlukan demi terciptanya kembali kehidupan yang harmonis, damai dan saling pengertian.
 Dalam konteks seperti inilah, para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah ke dunia dengan tujuan menebarkan rahmat dan kedamaian di muka bumi. Kebutuhan keamanan, ketentraman dan kedamaian adalah kebutuhan manusia yang sangat asasi, bahkan dalam fiqh kebutuhan tersebut termasuk dalam dharuriyat al-khamsah. Oleh karena itu, pengupayaan kepada nilai tersebut merupakan suatu hal yang sangat terhormat. Dalam hal ini, dakwah yang merupakan wadah dan format penyampaian ajaran ilahi mendapatkan peran yang strategis.



BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Konflik
Konflik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses interaksi sosial dimana terdapat dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih yang memiliki perbedaan dalam pendapat maupun tujuan mereka dan menimbulkan pertentangan. Perbedaan yang dimaksud disini bisa berupa ciri-ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat-istiadat, keyakinan dan lain sebagainya yang kemudian dibawa dalam suatu interaksi sosial. 

B.                 Tuntunan Islam dalam Mengelola Konflik
Islam juga memiliki pandangan yang sama terhadap konflik.
Meskipun Islam yang notabene lebih mengutamakan perdamaian, sesuai dengan makna kata Islam sendiri yakni “salam”. Namun bukan berarti Islam tidak memberikan makna dan pandangan terhadap konsepsi koflik. Dalam agama Islam pemaknaan konflik bisa dalam bentuk yang lebih ramah dan damai. Dalam Islam konflik tidak harus difahami sebagai gejala yang destruktif, dan kontra-produktif, namun bisa menjadi gejala yang konstruktif bahkan produktif. Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa oleh manusia dari sejak dia dilahirkan.
Dalam Islam, konflik bukanlah sebagai tujuan namun lebih sebagai sarana untuk memadukan antara berbagai hal yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari kepentingan individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga tidak membiarkan perbedaan-perbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan. Karena sesungguhnya manusia berasal dari asal yang sama. Seperti dijelaskan pada (QS. An Nisaa' ayat 1) yang berbunyi: 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (١) 

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. 
Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya manusia berasal dari asal yang sama. Dari ayat di atas, Islam mengajarkan pentingnya untuk toleransi menghargai adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia baik siri fisik, pemikiran budaya dan lain-lain agar jangan sampai memicu konflik dan mengakibatkan perseteruan dan permusuhan.
Debat pada dasarnya adalah salah satu cara berkompetisi dengan pihak atau kelompok lain. Dalam Al-Qur’an, debat sering merujuk pada upaya kompetisi yang dilakukan kaum muslim dengan kaum non muslim. Debat sering digunakan oleh Nabi Allah untuk menanggapi segala tuduhan terhadap agama Islam sekaligus meyakinkan pihak lain tentang kebenaran agama Islam. Di dalam Al-Qur’an juga di jelaskan bahwa berdebat harus dilakukan dengan adil dan fair yang tercantum pada surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut: 

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (١٢٥) 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. 

C.                Cara Menyelesaikan Konflik Menurut Islam
Di dalam agama Islam juga dijelaskan tentang tata cara mengelola suatu konflik agar konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Agama Islam mengajarkan bagaimana mengelola atau menyelesaikan perbedaan atau pertentangan dengan cara-cara damai misalnya dengan musyawarah. Meskipun agama Islam merupakan agama yang notabene menganut ajaran kebenaran mutlak, namun agama Islam tidak pernah mentolerir penggunaan kekerasan dalam ajarannya.
1.                   Dengarlah dengan seksama pendapat orang lain dan tidak menjatuhkan vonis salah sebelum mendengar secara utuh.
Rasulullah mendengar berita dari Saad secara utuh kemudian mengambil kebijakan untuk mengumpulkan mereka yang terlibat dan mengajak mereka berdialog. Tidak selayaknya seorang pemimpin mengambil langkah tertentu sebelum memahami dengan cermat inti masalah yang ada. Diperlukan verifikasi dan klarifikasi (tabayyun). Pemahaman yang keliru pada suatu masalah berakibat kekeliruan dalam mengambil keputusan.

2.                   Lapang dada.
Rasulullah tidak marah mendengar berita negatif itu. Bahkan terhadap Saad yang dengan berani datang kepada beliau menyampaikan bahwa dirinya termasuk bagian yang kecewa dengan kebijakan Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam itu. Rasul juga tidak meragukan loyalitas mereka dan tidak pernah meremehkan pengorbanan yang pernah mereka berikan. Justru Rasulullah menyebutkan beberapa kontribusi orang-orang Anshar guna mengangkat maknawiyah mereka. Bahwa perbedaan dalam pendapat atau keputusan tidak berarti menghilangkan ketsiqahan (kepercayaan) kepada pimpinan, selama masih dalam koridor syari`at.

3.                   Komitmen pada etika dialog.
Dalam dialog, Rasulullah memulai dengan mendudukkan persoalan. Wahai orang-orang Anshar, terdengar olehku sikap kalian. Kemudian beliau menyebutkan prestasi dan kontribusi yang telah disumbangkan oleh kaum muslimin warga Madinah itu, baru kemudian masuk pada inti dialog, Silahkan kalian menanggapi pernyataan ku!
Dialog yang santun dan sejuk ini secara otomatis akan mendapatkan respon yang santun dan sejuk pula. Dimana orang-orang Anshar menjawab, Segala keutamaan milik Allah dan Rasul-Nya. Strategi Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam yang terlebih dahulu menyebutkan prestasi-prestasi orang-prang Anshar bertujuan untuk mengikis benih-benih perbedaan pandangan yang ada di hati, baru kemudian menjelaskan persoalan yang sesungguhnya. Sehingga akhir dari dialog itu adalah kami menerima pembagian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam. Komitmen pada etika dialog akan mempercepat solusi.

4.                   Menyebutkan hal-hal yang yang disepakati bersama.
Setelah Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam menyebutkan berbagai karunia Allah dan kontribusinya bagi orang-orang Anshar, beliau menyebutkan prestasi-prestasi mereka dalam membela Allah dan Rasul-Nya. Hal ini merupakan langkah sistematis yang secara bertahap mempersiapkan hati-hati peserta dialog untuk fokus pada solusi, bukan debat yang tidak bertepi. Diawali pada hal-hal yang telah disepakati baru kemudian masuk pada tema yang menjadi perbedaan.

5.                   Menyebutkan keutamaan dan prestasi pihak lain dan tidak melupakannya.
Seandainya Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam mengawali dialog itu dengan menyebutkan sisi-sisi negatif dari masyarakat Anshar tentu akan memperlebar jurang perbedaan. Ketika perbedaan itu semakin dominan sulit bagi jiwa-jiwa yang kecewa untuk menerima segala tawaran solusi yang diajukan.

6.                   Segera menyelesaikan konflik dan mencari solusi.
Menunda penyelesaian suatu konflik akan membuat semakin rumit persoalan. Setelah mendengar, Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam segera meminta Saad untuk mengumpulkan kabilah yang terlibat. Langkah cepat dalam menyelesaikan masalah akan mempersempit wilayah masalah itu dan tidak menambah jumlah mereka yang terlibat. Respon cepat akan mampu melokalisir persoalan.

7.                   Langkah aktif dan keterbukaan
Langkah Saad bin Ubadah yang berinisiatif menyampaikan masalah itu kepada Rasul menunjukkan kesungguhan beliau untuk mencari solusi. Saad tidak mencari muka dan tidak menjilat. Ketika beliau ditanya tentang posisinya dalam kasus itu, secara jujur mengakui bahwa beliau bagian dari para sahabatnya yang kecewa. Saad tidak munafik, tidak mengadukan orang lain sementara ia berlepas diri. Demikianlah antara pimpinan dan bawahan semestinya memiliki semangat yang sama untuk mencari solusi yang tepat. Tak ada keraguan dalam hati bawahan untuk jujur dan terbuka mengatakan apa adanya, dan tak ada ganjalan dalam hati pimpinan untuk lapang dada mendengar pendapat bawahan.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses interaksi sosial dimana terdapat dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih yang memiliki perbedaan dalam pendapat maupun tujuan mereka dan menimbulkan pertentangan. Cara menangani konflik menurut Islam
1.      Dengarlah dengan seksama pendapat orang lain dan tidak menjatuhkan vonis salah sebelum mendengar secara utuh.
2.      Lapang dada.
3.      Komitmen pada etika dialog.
4.      Menyebutkan hal-hal yang yang disepakati bersama.
5.      Menyebutkan keutamaan dan prestasi pihak lain dan tidak melupakannya.
6.      Segera menyelesaikan konflik dan mencari solusi.
7.      Langkah aktif dan keterbukaan











DAFTAR PUSTAKA

(Diakses pada Jum’at 16 Mei 2014 pukul 18.00 wib)

(Diakses pada Jum’at 16 Mei 2014 pukul 18.00 wib)

(Diakses pada Jum’at 16 Mei 2014 pukul 18.00 wib)





CERITA RAKYAT
AJI SAKA

Dipun dhamel kagem menuhi tugas Bahasa Jawi
Dosen : Erna Istikomah




Disusun Oleh :
1.        Ariska Lianasari            
2.        Nurul Fadilla                 
3.        Pramula Nurmalita Sari 
4.        Citra Armelia                
5.        Dhayinta Handayani     
6.        Fitria Rahmawati          

Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2014
Sinopsis Carita (Ringkasan Carita) Aji Saka
Nyritakaké Aji Saka saking Tanah Hindhustan anom mara ing Tanah Jawa. Niatipun kepéngin mulang kawruh uga mencaraké ngèlmu ing Tanah Jawa. Aji Saka mangkat menyang Tanah Jawa karo abdiné papat sing jenengé Duga, Prayoga, Dora lan Sambada. Nanging ing tengah perjalananepun Dora lan Sambada didhawuhi tinggal wonten ing Pulo lan njaga keris pusakané. Didhawuhi boten pareng nyusul yen boten ditimbali lan boten angsal menehi keris wau marang sinten mawon kejaba Aji Saka piyambak.
Aji Saka nerusaken perjalananepun kaliyan Duga lan Prayoga. Sak dugine Aji Ska ing Negara Medang Kamulan kang di perintah kalian Prabu Dewata Cengkar Ingkang seneng mangan daging manungsa, tiyange arep dipangan Prabu Dewata Cengkar. Aji Saka purun nanging nyuwun syarat kaliyan Dewata Cengkar. Jebule syarat wau taktike Aji Saka kangge ngalahake Prabu Dewata Cengkar, banjur dipun ubah dados baya putih ing segara kidul.
Sawise ngalahake Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka dipun angkat dados Ratu ing Negara Medang Kamulan. Ajisaka ngutus Duga lan Prayoga nusul Dora lan Sembada. Ing dalan, wong loro iku kepethuk Dora banjur ngomongake pesen saka Ajisaka. Dora banjur ngajak Sembada nusul Ajisaka. Sembada boten purun amargi boten ditimbali Ajisaka piyambak. Dora nyuwun kerise, nanging Sembada boten maringi, amargi boten Ajisaka piyambak kang mendhet. Akhire Dora lan Sembada padha perang. Loro-lorone padha kuwate banjur mati kabeh. Kaloroné mati amarga ora bisa mbuktèkaké dhawuhé sang ratu.
Aji Saka luput yen piyambake sakderenge ndawuhi Dora lan Sambada ingkang boten angsal menehaken keris marang sinten mawon kejaba deweke. Kangge mangeti kasetiaanepun abdi lorone sing nganti pati, meniko banjur Aji Saka nyiptakaké aksara Hanacaraka.


ha na ca ra ka
da ta sa wa la
pa dha ja ya nya
ma ga ba tha nga
Urutan iki uga bisa diwaca dadi ukara-ukara:
"Hana caraka" tegesé "Ana utusan"
"Data sawala" tegesé "Padha garejegan"
"Padha jayanya" tegesé "Padha digjayané"
"Maga bathanga" tegesé "Padha dadi bathang".

AJI SAKA

Versi sing kapacak ing ngisor iki miturut vèrsi ing buku Layang Hanacaraka anggitan Darmabrata (1939):
Kacarita ing jaman mbiyèn ana wong sakan Tanah Hindhustan anom jenengé Aji Saka. Dhèwèké putrané ratu, nanging kepéngin dadi pandhita sing pinter. Kasenengané mulang kawruh rupa-rupa. Dhèwèké banjur péngin lunga mencaraké ngèlmu kawruh ing Tanah Jawa.
Banjur anuju sawijining dina Aji Saka sida mangkat menyang Tanah Jawa, karo abdiné papat sing jenengé Duga, Prayoga, Dora lan Sambada. Bareng tekan ing Pulo Majethi padha lèrèn. Aji Saka banjur nilar abdiné loro; Dora lan Sambada ing pulo iku. Déné Aji Saka karo Duga lan Prayoga arep njajah Tanah Jawa dhisik. Dora lan Sambada diweling ora olèh lunga saka kono. Saliyané iku abdi loro wau dipasrahi keris pusakané, didhawuhi ngreksa, ora olèh dielungaké marang sapa-sapa.
Aji Saka banjur tindak karo abdiné loro menyang ing Tanah Jawa. Njujug ing negara Mendhang Kamolan. Sing jumeneng ratu ing kono ajejuluk Prabu Déwata Cengkar. Sang prabu iku senengané dhahar dagingé wong. Kawulané akèh sing padha wedi banjur padha ngalih menyang negara liya. Patihé ngaran Kyai Tengger.
Kacarita Aji Saka ana ing Mendhang Kamolan jumeneng guru, wong-wong padha mlebu dadi siswané. Para siswané padha tresna marang Aji Saka amerga dhèwèké seneng tetulung.
Nalika semana Aji Saka mondhok nèng omahé nyai randha Sengkeran dipèk anak karo nyai randha. Kyai patih karo nyai randha iya wis dadi siswané Aji Saka.
Anuju sawijining dina sang prabu Déwata Cengkar duka banget ora wong manèh sing bisa didhahar. Aji Saka banjur saguh dicaosaké sang nata dadi dhaharané.
Sang nyai randha lan patih dadi kagèt banget. Nanging Aji Saka celathu yèn wong loro iku ora usah kuwatir yèn dhèwèké ora bakal mati. Banjur Aji Saka diateraké ngadhep prabu Déwata Cengkar.
Prabu Déwata Cengkar ya rumangsa éman lan kersa ngangkat Aji Saka dadi priyayi, nanging Aji Saka ora gelem. Ana siji panyuwuné, yaiku nyuwun lemah saiket jembaré. Sing ngukur kudu sang prabu dhéwé.
Sang prabu Déwata Cengkar iya banjur nglilani. Nuli wiwit ngukur lemah diasta dhéwé. Iketé Aji Saka dijèrèng. Iketé tansah mulur baé, dadi amba serta dawa. Iya dituti waé déning sang prabu. Nganti notog ing segara kidul. Bareng wis mèpèd ing pinggir segara, iketé dikebutaké. Déwata Cengkar katut mlesat kecemplung ing segara. Malih dadi baya putih, ngratoni saisining segara kidul.
Wong-wong ing Mendhang Kamolan padha bungah. Awit ratuné sing diwedèni wis sirna. Seka panyuwuné wong akèh. Aji Saka nggantèni jumeneng ratu ana ing negara Mendhang Kamolan ajejuluk prabu jaka, iya prabu Widayaka. Déné patihé isih lestari kyai patih Tengger. Si Duga lan si Prayoga didadèkaké bupati, ngarané tumenggung Duduga lan tumenggung Prayoga.
Sang prabu Jaka, iya sang prabu Widayaka nimbali si Dora lan si Sambada. Kacarita sang prabu Widayaka, pinuju miyos siniwaka. Diadhep kyai patih serta para bupati. Sang prabu kèngetan abdiné sing didhawuhi ngreksa pusaka keris ana ing Pulo Majethi. Ndangu marang Duduga lan Prayoga kepriyé wartané si Dora lan si Sembada. Prayoga lan Duduga ora bisa mangsuli awit wis suwé ora krungu apa-apa.
Kacarita si Dora lan si Sambada sing kari ana ing Pulo Majethi. Wong loro iku wis padha krungu pawarta manawa gustiné wis jumeneng ratu ana ring Mendhung Kamolan. Si Dora ngajak sowan nanging si Sambada ora gelem awit wedi nerak wewaleré gustiné, ora pareng lunga-lunga seka pulo Majethi, yèn ora tinimbalan.
Nanging si Dora nékad arep sowan dhéwé. Si Sambada ditilapaké. Banjur mangkat ijèn waé. Ana ing dalan si Dora kapethuk karo tumenggung Duduga lan Prayoga. Utusan loro mau banjur diajak bali déning si Dora. Awit si Sambada dijak ora gelem. Wong telu banjur sowan ing ngarsané sang prabu.
Sang Prabu ndangu si Sembada ana ing ngendi lan diwangsuli yèn dhèwèké ora gelem diajak. Mireng aturé si Dora, sang prabu duka banget, lali dhawuhé dhéwé mbiyèn. Banjur Dora, didhawuhi bali menyang pulo Majethi lan nimbali si Sambada. Yèn meksa ora gelem didhawuhi dirampungi lan kerisé dibalèkaké.
Dora sanalika mangkat. Ing pulo Majethi ketemu karo Sembada. Kandha yèn mentas sowan gustiné. Saiki diutus nimbali si Sambada. Pusaka keris didhawuhi nggawa. Nanging si Sambada ora ngandel marang kandhané si Dora. Banjur padha padu ramé. Suwé-suwé padha kekerangan, dedreg ora ana sing kalah, awit padha digdayané. Wasana banjur padha nganggo gaman keris padha genti nyuduk. Wekasan perangé sampyuh. Si Dora lan si Sambada padha mati kabèh.
Sang Prabu ngarep-arep tekané si Dora. Wis sawetara suwéné teka durung sowan-sowan mangka didhawuhi énggal bali. Sang prabu nimbali tumenggung Duduga lan Prayoga. Didhawuhi nusul si Dora menyang pulo Majethi. Sanalika banjur mangkat.
Bareng Duduga lan Prayoga wis teka ing pulo mau, kagèt banget déné si Dora lan si Sembada ketemu wis padha mati kabèh. Tilasé mentas padha kekerangan padha tatu kena ing gaman. Pusaka keris sing dadi rereksan gumléthak ana ing sandhingé. Pusaka banjur dijupuk arep diaturaké marang gustiné.
Duduga lan Prayoga banjur bali sowan ing ngarsané gustiné lan mratélaké kahanané. Sang Prabu Widayaka kagèt banget mireng pawarané, awit pancèn kaluputané dhéwé wis kesupèn pandhawuhé. Banjur sang prabu nganggit aksara Jawa nglegena kanggo mèngeti abdiné loro iku.











Unsur-unsur carita Aji Saka:
1.        Judul                    : Aji Saka
2.        Alur                      : Alur Maju
3.        Tokoh lan watakipun
a.       Aji Saka                     : Andhap manah, pinter, seneng tetulung, Kendel,
ngajeni lan ngurmati, gampang luput.
Katrangan:
-       Andhap manah lan pinter
Senajan Aji Saka putranepun ratu nanging boten sombong malah pingin dados pandhita supados mulang kawruh ngilmu.
-       Seneng tetulung
Siswa Aji Saka padha tresna marang Aji Saka amerga dhèwèké seneng tetulung.
-       Kendel
Wani menehi syarat lan tantangan marang Dewata Cengkar.
-       Saged ngajeni lan ngormati wong liyan
Aji Soko ndamel aksara jawa (hanacaraka) kagem ngormati abdi lorone (Dora lan Sembada).
-       Gampang luput
Luput marang dawuhe piyambak dateng abdi lorone ingkang dipun paringi amanah njaga keris.
b.      Duga                          : abdi ingkang manut marang dawuh, setia.
Katrangan:
Manut marang dawuhe Aji Saka lan ngancani Aji Saka menyang tanah Jawa.
c.       Prayoga                      : abdi ingkang manut marang dawuh, setia.
Katrangan:
Manut marang dawuhe Aji Saka lan ngancani Aji Saka menyang tanah Jawa.
d.      Dora                           : abdi ingkang manut marang dawuh, setia.
Katrangan:
Manut marang dawuhe Aji Saka dipun anjaga keris lan didawuh jemput Sambada.
e.       Sambada                    : abdi ingkang manut marang dawuh, setia, saged
dipun percaya utawi amanah.
Katrangan:
            Amanah marang dawuhe Aji Saka inggkang anjaga keris lan boten purun
pindah sakeng panggen sak derenge dipun dawuhi Aji Saka piyambak.
f.       Dewata Cengkar        : angkara murka
Katrangan:
g.      Nyai Randha              : Sae manahe
Katrangan:
Tiyange purun nampung Aji Saka ing dhaleme lan dipun angkat anak.

4.        Amanat
a.         Pemimpin iku kedah saged ngayomi marang rakyate ampun kaya Prabu Dewata Cengkar sing seneng nindas lan sewenang-wenang marang rakyate.
b.         Dados tiyang kedah seneng tetulung marang tiyang sanes.
c.         Tumindhak sae bakal dipun lancaraken sedaya lampahe.
d.        Tumindhak ala bakal angsal ganjaran ingkang setimpal kaliyan tumindak alane.
e.         Tiyang ingkang gadah ngilmu banjur ngulang kaeruhane utawi mbagi  ngilmune marang tiyang sanes.
f.          Yen dipun paringi amanah kudu saged anjaga amanah kasebut ingkang sae.
g.         Ampun gampang salah paham marang tiyang sanes ingkang dereng ngertos kedadean sabenere amargi saged mawon sebenere kita piyambak sing salah.
5.        Implementasi cerita Aji Saka ing anak SD
Guru saged ngajaraken marang siswanipun ingkang dipunpendhet saking kacarita Aji Saka menika, minangka senenga ngangsu kawruh. Lajeng kaweruh ingkang sampun dipun gadah utawi dipun angsal banjur diterapaken lan mbagi kaweruhan ngilmu marang tiyang sanes utawi rencang-rencangipun supaya ngilmu ingkang dipun angsal saged bermanfaat kagem kita lan tiyang sanes. Nalika kita sampun paham pelajaran kang diajaraken dateng guru, kita saged ngajari rencange kita materi utawi pelajaran ingkang dereng dipun mangertos utawi paham.
Guru saged menehaken tuladha tulung-temulung marang kanca lan tiyang sanes kayata sing ditindakake Aji Saka uga njelasken menawi sikap tulung-temulung menika kedah dipun biasaaken ing kehidupan sedinten-dinten dateng masyarakat amargi kita boten saged gesang piyambak, mesti kita sedaya kedhah mbutuhaken temulungan saking tiyang. Guru jelasaken menawi kita nulung tiyang sanes, nalika kita kasusahan mesti ugi badhe dipuntulung.
Saking cerita niki ugi saged siswa ngerteni menawi kita kedah ngertos arti rencang lan saged ngurmati rencang. Amarga kita butuh sosialisasi marang tiyang sanes. Guru jelaske umpami kita pingin dipun ajeni kita kudu saged ngajeni tiyang sanes. Tuladhanipun ing cerita niki inggih menika kayata tumindhake Aji Saka damel Aksara Jawi kagem ngurmati kanco lorone ingkang sampun setia ngantos pati. Lajeng guru saged maringi pangartosan nalika kita dipun paringi amanah kita kedah saged njaga amanah kasebut ingkang sae. Amargi nalika kita sampun diparingi amanah saking tiyang berarti tiyang wahu percaya marang kita yen kita saged njalanke.
Guru kedah sanged maringi pangerten menawi sifatipun Prabu Dewata Cengkar sing rakus lan tamak wonten ing cerita mboten patut ditiru amargi tiyange mentingaken deweke piyambak lan nyusahaken tiyang sanes. Guru maringi nasehat, nalika mengke siswa-siswanipun dados pemimpin kedah saged ngayomi lan dados pemimpin ingkang sae. Tuladhanipun ketua kelas kedah saged ngayomi rencang-rencang kelase.