Jumat, 27 Juni 2014


MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
“TUNTUNAN ISLAM DALAM MENGELOLA KONFLIK”
Dosen Pengampu: Bp.Samino
Di Susun Oleh:
1.      Noor Fitria                 (A510100233)
2.      Muhammad Fasep P. (A510100110)
3.      Citra Armelia            (A510120192)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran adalah pedoman hidup muslim yang tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungannya, terlebih khusus antara sesama manusia itu sendiri baik antar individu ataupun kelompok sosial. Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana  didalamnya  terjadi interaksi antara  satu dengan  lainnya, memiliki kecenderungan  timbulnya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,  tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.
Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.Dalam hal ini usaha untuk merekonsiliasi dan memperbaiki hubungan antara pihak-pihak terkait sangat diperlukan demi terciptanya kembali kehidupan yang harmonis, damai dan saling pengertian.
 Dalam konteks seperti inilah, para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah ke dunia dengan tujuan menebarkan rahmat dan kedamaian di muka bumi. Kebutuhan keamanan, ketentraman dan kedamaian adalah kebutuhan manusia yang sangat asasi, bahkan dalam fiqh kebutuhan tersebut termasuk dalam dharuriyat al-khamsah. Oleh karena itu, pengupayaan kepada nilai tersebut merupakan suatu hal yang sangat terhormat. Dalam hal ini, dakwah yang merupakan wadah dan format penyampaian ajaran ilahi mendapatkan peran yang strategis.



BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Konflik
Konflik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses interaksi sosial dimana terdapat dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih yang memiliki perbedaan dalam pendapat maupun tujuan mereka dan menimbulkan pertentangan. Perbedaan yang dimaksud disini bisa berupa ciri-ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat-istiadat, keyakinan dan lain sebagainya yang kemudian dibawa dalam suatu interaksi sosial. 

B.                 Tuntunan Islam dalam Mengelola Konflik
Islam juga memiliki pandangan yang sama terhadap konflik.
Meskipun Islam yang notabene lebih mengutamakan perdamaian, sesuai dengan makna kata Islam sendiri yakni “salam”. Namun bukan berarti Islam tidak memberikan makna dan pandangan terhadap konsepsi koflik. Dalam agama Islam pemaknaan konflik bisa dalam bentuk yang lebih ramah dan damai. Dalam Islam konflik tidak harus difahami sebagai gejala yang destruktif, dan kontra-produktif, namun bisa menjadi gejala yang konstruktif bahkan produktif. Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa oleh manusia dari sejak dia dilahirkan.
Dalam Islam, konflik bukanlah sebagai tujuan namun lebih sebagai sarana untuk memadukan antara berbagai hal yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari kepentingan individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga tidak membiarkan perbedaan-perbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan. Karena sesungguhnya manusia berasal dari asal yang sama. Seperti dijelaskan pada (QS. An Nisaa' ayat 1) yang berbunyi: 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (١) 

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. 
Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya manusia berasal dari asal yang sama. Dari ayat di atas, Islam mengajarkan pentingnya untuk toleransi menghargai adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia baik siri fisik, pemikiran budaya dan lain-lain agar jangan sampai memicu konflik dan mengakibatkan perseteruan dan permusuhan.
Debat pada dasarnya adalah salah satu cara berkompetisi dengan pihak atau kelompok lain. Dalam Al-Qur’an, debat sering merujuk pada upaya kompetisi yang dilakukan kaum muslim dengan kaum non muslim. Debat sering digunakan oleh Nabi Allah untuk menanggapi segala tuduhan terhadap agama Islam sekaligus meyakinkan pihak lain tentang kebenaran agama Islam. Di dalam Al-Qur’an juga di jelaskan bahwa berdebat harus dilakukan dengan adil dan fair yang tercantum pada surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut: 

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (١٢٥) 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. 

C.                Cara Menyelesaikan Konflik Menurut Islam
Di dalam agama Islam juga dijelaskan tentang tata cara mengelola suatu konflik agar konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Agama Islam mengajarkan bagaimana mengelola atau menyelesaikan perbedaan atau pertentangan dengan cara-cara damai misalnya dengan musyawarah. Meskipun agama Islam merupakan agama yang notabene menganut ajaran kebenaran mutlak, namun agama Islam tidak pernah mentolerir penggunaan kekerasan dalam ajarannya.
1.                   Dengarlah dengan seksama pendapat orang lain dan tidak menjatuhkan vonis salah sebelum mendengar secara utuh.
Rasulullah mendengar berita dari Saad secara utuh kemudian mengambil kebijakan untuk mengumpulkan mereka yang terlibat dan mengajak mereka berdialog. Tidak selayaknya seorang pemimpin mengambil langkah tertentu sebelum memahami dengan cermat inti masalah yang ada. Diperlukan verifikasi dan klarifikasi (tabayyun). Pemahaman yang keliru pada suatu masalah berakibat kekeliruan dalam mengambil keputusan.

2.                   Lapang dada.
Rasulullah tidak marah mendengar berita negatif itu. Bahkan terhadap Saad yang dengan berani datang kepada beliau menyampaikan bahwa dirinya termasuk bagian yang kecewa dengan kebijakan Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam itu. Rasul juga tidak meragukan loyalitas mereka dan tidak pernah meremehkan pengorbanan yang pernah mereka berikan. Justru Rasulullah menyebutkan beberapa kontribusi orang-orang Anshar guna mengangkat maknawiyah mereka. Bahwa perbedaan dalam pendapat atau keputusan tidak berarti menghilangkan ketsiqahan (kepercayaan) kepada pimpinan, selama masih dalam koridor syari`at.

3.                   Komitmen pada etika dialog.
Dalam dialog, Rasulullah memulai dengan mendudukkan persoalan. Wahai orang-orang Anshar, terdengar olehku sikap kalian. Kemudian beliau menyebutkan prestasi dan kontribusi yang telah disumbangkan oleh kaum muslimin warga Madinah itu, baru kemudian masuk pada inti dialog, Silahkan kalian menanggapi pernyataan ku!
Dialog yang santun dan sejuk ini secara otomatis akan mendapatkan respon yang santun dan sejuk pula. Dimana orang-orang Anshar menjawab, Segala keutamaan milik Allah dan Rasul-Nya. Strategi Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam yang terlebih dahulu menyebutkan prestasi-prestasi orang-prang Anshar bertujuan untuk mengikis benih-benih perbedaan pandangan yang ada di hati, baru kemudian menjelaskan persoalan yang sesungguhnya. Sehingga akhir dari dialog itu adalah kami menerima pembagian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam. Komitmen pada etika dialog akan mempercepat solusi.

4.                   Menyebutkan hal-hal yang yang disepakati bersama.
Setelah Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam menyebutkan berbagai karunia Allah dan kontribusinya bagi orang-orang Anshar, beliau menyebutkan prestasi-prestasi mereka dalam membela Allah dan Rasul-Nya. Hal ini merupakan langkah sistematis yang secara bertahap mempersiapkan hati-hati peserta dialog untuk fokus pada solusi, bukan debat yang tidak bertepi. Diawali pada hal-hal yang telah disepakati baru kemudian masuk pada tema yang menjadi perbedaan.

5.                   Menyebutkan keutamaan dan prestasi pihak lain dan tidak melupakannya.
Seandainya Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam mengawali dialog itu dengan menyebutkan sisi-sisi negatif dari masyarakat Anshar tentu akan memperlebar jurang perbedaan. Ketika perbedaan itu semakin dominan sulit bagi jiwa-jiwa yang kecewa untuk menerima segala tawaran solusi yang diajukan.

6.                   Segera menyelesaikan konflik dan mencari solusi.
Menunda penyelesaian suatu konflik akan membuat semakin rumit persoalan. Setelah mendengar, Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam segera meminta Saad untuk mengumpulkan kabilah yang terlibat. Langkah cepat dalam menyelesaikan masalah akan mempersempit wilayah masalah itu dan tidak menambah jumlah mereka yang terlibat. Respon cepat akan mampu melokalisir persoalan.

7.                   Langkah aktif dan keterbukaan
Langkah Saad bin Ubadah yang berinisiatif menyampaikan masalah itu kepada Rasul menunjukkan kesungguhan beliau untuk mencari solusi. Saad tidak mencari muka dan tidak menjilat. Ketika beliau ditanya tentang posisinya dalam kasus itu, secara jujur mengakui bahwa beliau bagian dari para sahabatnya yang kecewa. Saad tidak munafik, tidak mengadukan orang lain sementara ia berlepas diri. Demikianlah antara pimpinan dan bawahan semestinya memiliki semangat yang sama untuk mencari solusi yang tepat. Tak ada keraguan dalam hati bawahan untuk jujur dan terbuka mengatakan apa adanya, dan tak ada ganjalan dalam hati pimpinan untuk lapang dada mendengar pendapat bawahan.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses interaksi sosial dimana terdapat dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih yang memiliki perbedaan dalam pendapat maupun tujuan mereka dan menimbulkan pertentangan. Cara menangani konflik menurut Islam
1.      Dengarlah dengan seksama pendapat orang lain dan tidak menjatuhkan vonis salah sebelum mendengar secara utuh.
2.      Lapang dada.
3.      Komitmen pada etika dialog.
4.      Menyebutkan hal-hal yang yang disepakati bersama.
5.      Menyebutkan keutamaan dan prestasi pihak lain dan tidak melupakannya.
6.      Segera menyelesaikan konflik dan mencari solusi.
7.      Langkah aktif dan keterbukaan











DAFTAR PUSTAKA

(Diakses pada Jum’at 16 Mei 2014 pukul 18.00 wib)

(Diakses pada Jum’at 16 Mei 2014 pukul 18.00 wib)

(Diakses pada Jum’at 16 Mei 2014 pukul 18.00 wib)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar