MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
“TUNTUNAN ISLAM DALAM MENGELOLA
KONFLIK”
Dosen Pengampu: Bp.Samino

Di Susun Oleh:
1. Noor Fitria (A510100233)
2. Muhammad Fasep P. (A510100110)
3. Citra Armelia (A510120192)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran adalah
pedoman hidup muslim yang tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia
dengan Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan antara manusia dengan
lingkungannya, terlebih khusus antara sesama manusia itu sendiri baik antar
individu ataupun kelompok sosial. Setiap kelompok dalam satu organisasi,
dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan
lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Konflik sangat erat
kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,
disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel
karena kelebihan beban kerja.
Persaingan
tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutuma bila ada
persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang
disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa
saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan
bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu
harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang
ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat
positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.Dalam hal ini usaha
untuk merekonsiliasi dan memperbaiki hubungan antara pihak-pihak terkait sangat
diperlukan demi terciptanya kembali kehidupan yang harmonis, damai dan saling
pengertian.
Dalam konteks seperti inilah, para Nabi dan
Rasul diutus oleh Allah ke dunia dengan tujuan menebarkan rahmat dan kedamaian
di muka bumi. Kebutuhan keamanan, ketentraman dan kedamaian adalah kebutuhan
manusia yang sangat asasi, bahkan dalam fiqh kebutuhan tersebut termasuk dalam
dharuriyat al-khamsah. Oleh karena itu, pengupayaan kepada nilai tersebut
merupakan suatu hal yang sangat terhormat. Dalam hal ini, dakwah yang merupakan
wadah dan format penyampaian ajaran ilahi mendapatkan peran yang strategis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konflik
Konflik secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai proses interaksi sosial dimana terdapat dua orang atau
lebih, atau dua kelompok atau lebih yang memiliki perbedaan dalam pendapat
maupun tujuan mereka dan menimbulkan pertentangan. Perbedaan yang dimaksud
disini bisa berupa ciri-ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat-istiadat,
keyakinan dan lain sebagainya yang kemudian dibawa dalam suatu interaksi
sosial.
B.
Tuntunan Islam dalam Mengelola Konflik
Islam juga
memiliki pandangan yang sama terhadap konflik.
Meskipun Islam yang notabene lebih mengutamakan perdamaian, sesuai dengan makna kata Islam sendiri yakni “salam”. Namun bukan berarti Islam tidak memberikan makna dan pandangan terhadap konsepsi koflik. Dalam agama Islam pemaknaan konflik bisa dalam bentuk yang lebih ramah dan damai. Dalam Islam konflik tidak harus difahami sebagai gejala yang destruktif, dan kontra-produktif, namun bisa menjadi gejala yang konstruktif bahkan produktif. Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa oleh manusia dari sejak dia dilahirkan.
Meskipun Islam yang notabene lebih mengutamakan perdamaian, sesuai dengan makna kata Islam sendiri yakni “salam”. Namun bukan berarti Islam tidak memberikan makna dan pandangan terhadap konsepsi koflik. Dalam agama Islam pemaknaan konflik bisa dalam bentuk yang lebih ramah dan damai. Dalam Islam konflik tidak harus difahami sebagai gejala yang destruktif, dan kontra-produktif, namun bisa menjadi gejala yang konstruktif bahkan produktif. Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa oleh manusia dari sejak dia dilahirkan.
Dalam Islam, konflik bukanlah
sebagai tujuan namun lebih sebagai sarana untuk memadukan antara berbagai hal
yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari kepentingan
individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga tidak membiarkan
perbedaan-perbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan. Karena sesungguhnya
manusia berasal dari asal yang sama. Seperti dijelaskan pada (QS. An Nisaa'
ayat 1) yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (١)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
Dari ayat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebenarnya manusia berasal dari asal yang sama. Dari ayat di
atas, Islam mengajarkan pentingnya untuk toleransi menghargai adanya
perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia baik siri fisik, pemikiran budaya dan
lain-lain agar jangan sampai memicu konflik dan mengakibatkan perseteruan dan permusuhan.
Debat pada dasarnya adalah salah satu cara
berkompetisi dengan pihak atau kelompok lain. Dalam Al-Qur’an, debat sering
merujuk pada upaya kompetisi yang dilakukan kaum muslim dengan kaum non muslim.
Debat sering digunakan oleh Nabi Allah untuk menanggapi segala tuduhan terhadap
agama Islam sekaligus meyakinkan pihak lain tentang kebenaran agama Islam. Di
dalam Al-Qur’an juga di jelaskan bahwa berdebat harus dilakukan dengan adil dan
fair yang tercantum pada surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
(١٢٥)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
C.
Cara Menyelesaikan Konflik Menurut Islam
Di dalam
agama Islam juga dijelaskan tentang tata cara mengelola suatu konflik agar
konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang dapat bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Agama Islam mengajarkan bagaimana mengelola atau
menyelesaikan perbedaan atau pertentangan dengan cara-cara damai misalnya dengan musyawarah. Meskipun agama Islam merupakan agama yang notabene
menganut ajaran kebenaran mutlak, namun agama Islam tidak pernah mentolerir
penggunaan kekerasan dalam ajarannya.
1.
Dengarlah
dengan seksama pendapat orang lain dan tidak menjatuhkan vonis salah sebelum
mendengar secara utuh.
Rasulullah mendengar berita dari
Saad secara utuh kemudian mengambil kebijakan untuk mengumpulkan mereka yang
terlibat dan mengajak mereka berdialog. Tidak selayaknya seorang pemimpin
mengambil langkah tertentu sebelum memahami dengan cermat inti masalah yang
ada. Diperlukan verifikasi dan klarifikasi (tabayyun). Pemahaman yang keliru
pada suatu masalah berakibat kekeliruan dalam mengambil keputusan.
2.
Lapang dada.
Rasulullah tidak marah mendengar
berita negatif itu. Bahkan terhadap Saad yang dengan berani datang kepada
beliau menyampaikan bahwa dirinya termasuk bagian yang kecewa dengan kebijakan
Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam itu. Rasul juga tidak meragukan
loyalitas mereka dan tidak pernah meremehkan pengorbanan yang pernah mereka
berikan. Justru Rasulullah menyebutkan beberapa kontribusi orang-orang Anshar
guna mengangkat maknawiyah mereka. Bahwa perbedaan dalam pendapat atau
keputusan tidak berarti menghilangkan ketsiqahan (kepercayaan) kepada pimpinan,
selama masih dalam koridor syari`at.
3.
Komitmen pada
etika dialog.
Dalam dialog, Rasulullah memulai
dengan mendudukkan persoalan. Wahai orang-orang Anshar, terdengar olehku sikap
kalian. Kemudian beliau menyebutkan prestasi dan kontribusi yang telah
disumbangkan oleh kaum muslimin warga Madinah itu, baru kemudian masuk pada
inti dialog, Silahkan kalian menanggapi pernyataan ku!
Dialog yang santun dan sejuk ini
secara otomatis akan mendapatkan respon yang santun dan sejuk pula. Dimana
orang-orang Anshar menjawab, Segala keutamaan milik Allah dan Rasul-Nya.
Strategi Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam yang terlebih dahulu
menyebutkan prestasi-prestasi orang-prang Anshar bertujuan untuk mengikis
benih-benih perbedaan pandangan yang ada di hati, baru kemudian menjelaskan
persoalan yang sesungguhnya. Sehingga akhir dari dialog itu adalah kami
menerima pembagian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa salam.
Komitmen pada etika dialog akan mempercepat solusi.
4.
Menyebutkan
hal-hal yang yang disepakati bersama.
Setelah Nabi Muhammad shalallahu
`alaihi wa salam menyebutkan berbagai karunia Allah dan kontribusinya bagi
orang-orang Anshar, beliau menyebutkan prestasi-prestasi mereka dalam membela
Allah dan Rasul-Nya. Hal ini merupakan langkah sistematis yang secara bertahap
mempersiapkan hati-hati peserta dialog untuk fokus pada solusi, bukan debat
yang tidak bertepi. Diawali pada hal-hal yang telah disepakati baru kemudian
masuk pada tema yang menjadi perbedaan.
5.
Menyebutkan
keutamaan dan prestasi pihak lain dan tidak melupakannya.
Seandainya Nabi Muhammad shalallahu
`alaihi wa salam mengawali dialog itu dengan menyebutkan sisi-sisi negatif dari
masyarakat Anshar tentu akan memperlebar jurang perbedaan. Ketika perbedaan itu
semakin dominan sulit bagi jiwa-jiwa yang kecewa untuk menerima segala tawaran
solusi yang diajukan.
6.
Segera
menyelesaikan konflik dan mencari solusi.
Menunda penyelesaian suatu konflik
akan membuat semakin rumit persoalan. Setelah mendengar, Nabi Muhammad
shalallahu `alaihi wa salam segera meminta Saad untuk mengumpulkan kabilah yang
terlibat. Langkah cepat dalam menyelesaikan masalah akan mempersempit wilayah
masalah itu dan tidak menambah jumlah mereka yang terlibat. Respon cepat akan
mampu melokalisir persoalan.
7.
Langkah aktif
dan keterbukaan
Langkah Saad bin Ubadah yang
berinisiatif menyampaikan masalah itu kepada Rasul menunjukkan kesungguhan
beliau untuk mencari solusi. Saad tidak mencari muka dan tidak menjilat. Ketika
beliau ditanya tentang posisinya dalam kasus itu, secara jujur mengakui bahwa
beliau bagian dari para sahabatnya yang kecewa. Saad tidak munafik, tidak
mengadukan orang lain sementara ia berlepas diri. Demikianlah antara pimpinan
dan bawahan semestinya memiliki semangat yang sama untuk mencari solusi yang
tepat. Tak ada keraguan dalam hati bawahan untuk jujur dan terbuka mengatakan
apa adanya, dan tak ada ganjalan dalam hati pimpinan untuk lapang dada
mendengar pendapat bawahan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses interaksi sosial dimana
terdapat dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih yang memiliki
perbedaan dalam pendapat maupun tujuan mereka dan menimbulkan pertentangan. Cara menangani konflik menurut Islam
1. Dengarlah
dengan seksama pendapat orang lain dan tidak menjatuhkan vonis salah sebelum
mendengar secara utuh.
2. Lapang dada.
3. Komitmen
pada etika dialog.
4. Menyebutkan
hal-hal yang yang disepakati bersama.
5. Menyebutkan
keutamaan dan prestasi pihak lain dan tidak melupakannya.
6. Segera
menyelesaikan konflik dan mencari solusi.
7. Langkah
aktif dan keterbukaan
DAFTAR
PUSTAKA
(Diakses pada Jum’at 16 Mei
2014 pukul 18.00 wib)
(Diakses pada Jum’at 16 Mei
2014 pukul 18.00 wib)
(Diakses pada Jum’at 16 Mei
2014 pukul 18.00 wib)